Menurunnya kualitas lingkungan berisiko mengerogoti kemajuan pembangunan masyarakat di wilayah-wilayah miskin di dunia.

Dalam laporan yang dirilis Rabu (2 November), PBB menyeru kepada semua pihak untuk segera memperlambat efek perubahan iklim, mencegah kerusakan lingkungan hidup dan mengurangi kesenjangan ekonomi.

Laporan tahunan PBB berjudul “Sustainability and Equity: A Better Future for All” ini berpendapat, pembangunan sangat terkait dengan kelestarian lingkungan. Isu ini harus dilihat sebagai upaya memenuhi aspek keadilan sosial bagi generasi kini dan mendatang.

“Isu keberlangsungan tidak hanya terkait dengan isu lingkungan. Laporan ini berhasil membuktikannya,” ujar Helen Clark, yang memimpin UN Development Programme (UNDP). “Isu ini terkait dengan gaya hidup kita, bahwa semua yang kita lakukan akan berdampak kepada tujuh miliar orang di dunia saat ini dan miliaran orang yang akan lahir pada abad mendatang.”

Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index, HDI) mencatat kemajuan yang signifikan di negara-negara miskin dalam 40 tahun terakhir. Negara yang berada dalam seperempat peringkat terakhir berhasil memperbaiki nilai HDI mereka sebesar 82%.

Laporan ini menyatakan jika kemajuan ini terus terjaga, sebagian besar dari negara-negara miskin tersebut akan bisa menempati posisi 25% teratas di Indeks Pembangunan Manusia (HDI) pada tahun 2050. Hal ini akan tercatat sebagai sebuah kemajuan pembangunan yang luar biasa.

Namun, laporan ini juga memeringatkan, jika tidak diwaspadai, kerusakan lingkungan bisa membalikkan tren pertumbuhan ini, sehingga diperlukan tindakan hakiki dari pemerintah untuk mencegahnya.

Laporan ini menggambarkan, jika harga pangan naik lebih dari 50%, upaya untuk memasok air, sanitasi dan energi ke miliaran penduduk miskin akan gagal. Hal ini terutama terjadi di wilayah Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara jika negara-negara di wilayah ini gagal mengambil langkah ke arah kelestarian lingkungan hidup.

Laporan ini juga mencatat bahwa masyarakat di negara-negara miskin sangat rentan bencana yang dipicu oleh perubahan iklim seperti kekeringan dan banjir, juga rentan terpapar polusi udara dan air. Kerusakan lingkungan – tidak hanya bencana alam – ini sangat memengaruhi kualitas pembangunan manusia:

“Separuh dari kasus kekurangan gizi di dunia disebabkan oleh faktor lingkungan, seperti polusi air dan kelangkaan pangan yang bersumber dari kekeringan, menjadi lingkaran setan antara kemiskinan dan kerusakan ekologis.”

Menurut laporan ini, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan standar hidup bisa dilepaskan dari faktor bahan bakar fosil. Sehingga negara bisa tetap meraih pertumbuhan, pada saat yang sama mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar yang polutif ini.

“Yang dibutuhkan adalah investasi untuk meningkatkan keadilan – dalam hal akses ke energi terbarukan, air, sanitasi serta kesehatan reproduksi – yang bisa mendorong pembangunan manusia sekaligus melestarikan lingkungan hidup,” ujar Helen.

Dalam laporan ini juga tercantum peringkat HDI dari 187 negara yang diukur berdasarkan standar kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Tahun ini Norwegia, Australia dan Belanda memimpin rangking HDI sementara Congo, Nigeria dan Burundi berada di urutan terbawah.

Redaksi Hijauku.com