Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasar PP 41/1999 harus segera direvisi dan diperketat. Seruan ini disampaikan oleh Ahmad Safrudin, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) merespon polemik analisis pencemaran udara antara pemerintah dan masyarakat sipil di Jakarta, Jum’at, 28 Juni 2019.

Menurut Puput, panggilan dari Ahmad Safrudin, pemerintah memakai standar nasional kualitas udara yang sudah ketinggalan jaman, untuk menganalisis data-data pencemaran udara. “Standar ini belum pernah direvisi sejak 1999,” ujarnya.

Pemerintah menggunakan acuan Standar Nasional dimana konsentrasi 0-65 mikrogram/m3 masuk kategori Baik; 66-100 mikrogram/m3 berkategori Sedang; 101-150 mikrogram/m3 adalah kategori Tidak Sehat; 151-200 mikrogram/m3 adalah kategori Sangat Tidak Sehat dan 200 mikrogram/m3 ke atas adalah kategori Berbahaya.

Sementara Masyarakat Sipil menggunakan US AQI (Air Quality Index), di mana konsentrasi 0-10 mikrogram/m3 adalah udara dengan kategori Baik; 10-35 mikrogram/m3 adalah kategori Sedang; 36-65 mikrogram/m3 adalah kategori Tidak Sehat untuk Kalangan Tertentu; 56-65 mikrogram/m3 adalah kategori Tidak Sehat; 66-100 mikrogram/m3 adalah kategori Sangat Tidak Sehat dan 100 mikrogram/m3 ke atas adalah kategori Berbahaya.

“Terjadinya perbedaan hasil analisis karena perbedaan penggunaan tolak ukur analisis yang digunakan. Untuk itu, dalam rangka melindungi segenap masyarakat dan ekosistem dari pencemaran udara, kini saatnya pemerintah merevisi standar atau Baku Mutu Udara Ambien setidak-tidaknya setara dengan standard yang ditetapkan oleh WHO, sehingga terhindar dari penyajian data dan analisis yang menyesatkan bagi masyarakat,” tutur Puput.

Berdasarkan analisis KPBB, berdasarkan emission inventory 2012 diproyeksikan pencemaran udara akan terus meningkat, sehingga pada 2030 berbagai parameter pencemaran udara menjadi naik 2 – 3 kali lipat dari level pencemaran pada 2012.

Sementara itu analisis sumber polusi udara menunjukkan bahwa polusi PM10 di DKI Jakarta berasal dari: kendaraan (47%), industri termasuk power plant (11%), domestik (11%), debu jalanan (11%), pembakaran sampah (5%) dan proses konstruksi (4%).

Dampak dari polusi udara ini sangat dahsyat. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada 25 Maret 2014, seperdelapan kematian di seluruh dunia per tahun atau 7 juta kematian dipicu oleh polusi udara. Dari jumlah tersebut, 68.000 korban berasal dari Indonesia.

Studi kasus di Jakarta pada 2016 menunjukkan, 58,3% dari penduduk Jakarta yang berjumlah 9,98 juta menderita penyakit yang disebabkan oleh polusi udara. Total biaya kesehatan langsung yang harus dikeluarkan mencapai Rp51,2 triliun! Dampak yang ditimbulkan oleh polusi PM10 biasanya bersifat akut pada saluran pernafasan bagian bawah seperti pneumonia dan bronchitis baik pada anak-anak maupun pada orang dewasa.

Menurut analisis KPBB, salah satu partikulat yang penting dapat menyebabkan ISPA adalah asap kabut atau mist asam sulfat (H2SO4). Zat ini dapat mengiritasi membran mukosa saluran pernafasan dan menimbulkan bronco konstriksi karena sifatnya yang iritan (memicu iritasi/radang). Hal ini dapat merusak terhadap saluran pertahanan pernafasan (bulu hidung, silia, selaput lendir) sehingga dengan rusaknya pertahanan pernafasan ini kuman dengan mudah dapat masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit infeksi saluran nafas akut.

Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara oleh Pemda DKI Jakarta (2012-2017)dan Kedutaan Besar Amerika Serikat (2016-2019), pencemaran udara di DKI Jakarta dalam 5 tahun terakhir menunjukkan rata-rata tahunan yang relatif tinggi (indeks rata-rata tahunan Tidak Sehat). Rata-rata tahunan konsentrasi PM2.5 adalah 45.6 μg/m3 (Tidak Sehat). Pada saat-saat tertentu konsentrasi polusi bahkan mencapai level Berbahaya dengan parameter dominan PM2.5, PM10 dan SO2. Sehingga KPBB merekomendasikan beberapa aksi guna memperbaiki kualitas udara di Tanah Air.

Rekomendasi utama: Baku Mutu Udara Ambien Nasional berdasar PP 41/1999 harus segera direvisi dan diperketat guna melindungi masyarakat dan ekosistem dengan mempertimbangkan: sumber pencemaran; dampak kesehatan; perkembangan teknologi rendah emisi dan energi yang lebih bersih.

Ambient Air Quality Monitoring System (AAQMS) menjadi keharusan sejalan dengan penerapan uji emisi dan stake emissions check yang dikaitkan konsistensi perawatan kendaraan dan peralatan industri.

AAQMS menggunakan peralatan continues/automatic yang pengadaannya dilakukan dengan menghitung konsekuesi internalisasi biaya lingkungan dari proses pembangunan dan industrialisasi terhadap pencemaran udara; dan melibatkan pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, pengelola pelabuhan, pengembang real estate, bandara, kawasan industri, pengelolaan hutan dan lahan.

Jumlah stasiun AAQMS di suatu kawasan harus ditingkatkan secara bertahap sehingga menjamin representasi data hasil pemantaunnya dan atau dikombinasikan dengan analisa dispersion model berbasis data satelit.

Pemanfaatan data terutama untuk publikasi (early warning melalui PSI/ISPU/AQI), recovery dan decision making process dalam pengendalian pencemaran udara harus dioptimalkan. Aparat KLHK harus bertindak lebih efektif dalam mengendalikan pencemaran udara dan HAP (hazardous air pollutants).

Regulasi yang lebih ketat terkait Standard Emisi (LEV) dan Standard Carbon Kendaraan Bermotor (LCEV) sebagai bagian dari NDC dalam penurunan emisi rumah kaca harus segera diterapkan. Proses peleburan logam dan pembangkit listrik yang hemat energi dan rendah emisi harus segera dimodernisasi secara efektif.

KPBB juga mendesak pemerintah agar segera menerapkan EPR (Extended Producer Responsibility) untuk industri berpotensi melakukan daur-ulang dengan peleburan, smelter (baterai, logam, plastik, dll) sehingga memungkinkan sisa/kemasan tidak dibakar/didaur ulang secara tidak terkendali. Selain melakukan penegakan hukum secara ketat dan konsisten terhadap para pencemar serta memberikan santunan kesehatan dan sosial bagi para korban pencemaran.

Aksi Gubernur DKI Jakarta dan Masyarakat

Solusi KPBB secara nasional juga harus diikuti aksi secara lokal. Untuk itu KPBB juga mendorong Gubernur DKI Jakarta untuk segera memimpin aksi sebagai berikut:

  1. Pengelolaan lalu lintas dan angkutan jalan raya seefektif mungkin
  2. Pelarangan truk beroperasi siang hari di dalam kota dan pelarangan angkutan material
    bangunan tanpa penutup yang bersih.
  3. Penetapan zona rendah emisi yaitu kawasan yang hanya boleh diakses oleh kendaraan rendah emisi (BBG, Euro4, kendaraan listrik) dan atau berdasarkan hasil uji emisi.
  4. Hanya mengizinkan distribusi dan pemasaran BBM berkualitas baik (Euro4) dan BBG, dan melarang pemasaran Premium 88, Pertalite 90, Solar 48 dan Dexlite.
  5. Menghentikan bus-bus kota yang tak terawat dan kendaraan bermesin 2 tak.
  6. Merazia kendaraan yang tak memenuhi baku mutu emisi dan memproses hukum secara ketat (strict liability).
  7. Tune up kendaraan operasional dan angkutan milik pemerintah.
  8. Segera merealisasikan mandat Perda 2/2005 untuk pemanfaatan bahan bakar gas untuk angkutan umum dan kendaraan operasional pemerintah secara konsekuen.
  9. Segera memberlakukan ERP (electronic road pricing) dan Parking Management (progressive parking fare) di kawasan segitiga emas dan jalan-jalan yang telah dilengkapi angkutan umum masal yang aman, nyaman dan terjadwal baik.
  10. Merazia dan menindak tegas pembakaran kabel/aki bekas/sampah elektronik/alumunium foil/sampah dll yang sering dilakukan oleh home scale industry dan masyarakat.
  11. Penghentian dan pembinaan bengkel cat pinggir jalan.
  12. Pelarangan proses konstruksi gedung tanpa penutup (layer).
  13. Menindak sesuai dengan regulasi terhadap pabrik dengan polusi tinggi (pabrik semen, smelter logam, PLTU berbahan bakar BBM dan batu bara, pembakaran sampah, dll) dengan bersinergi dengan pemerintah sektor terkait dan Pemda terkait di sekitar Jakarta.
  14. Menghentikan permanen atas pabrik yang mengemisikan limbah B3.
  15. Penetapan pajak progresif dikaitkan dengan tingkat emisi kendaraan dan cerobong pabrik.

Individu juga bisa berperan mengurangi polusi berbahaya yang berdampak nyata bagi kesehatan. Beberapa rekomendasi aksi KPBB untuk individu adalah:

  1. Berhenti menggunakan Premium88, Pertalite90, Solar48, Dexlite dan beralih ke bahan bakar yang lebih baik kualitasnya yang sesuai kebutuhan mesin (setara dengan Pertamax, PertaDex, Pertamax Turbo) dan lebih baik lagi konversi menggunakan BBG.
  2. Hanya membeli mobil dengan teknologi Euro4/IV, sepeda motor dengan teknologi Euro3/III.
  3. Pemilik/pengguna kendaraan rutin melakukan perawatan kendaraan (tune up) sehingga emisinya memenuhi baku mutu.
  4. Menghentikan kebiasaan memanaskan mesin kendaraan karena kendaraan yang diproduksi sejak 2007 didesain tidak perlu dipanaskan melainkan cukup dihidupkan dan tunggu 15-30 detik untuk kemudian dijalankan dengan kecepatan sekitar 15 km/jam selama 5-10 menit, setelah itu bisa dipacu sesuai dengan kebutuhan/peraturan.
  5. Saat di jalan tol, memacu kendaraan pada kecepatan antara 60-80 km/jam karena pada kecepatan tersebut konsumsi BBM relatif paling efisien dan berimplikasi pada level emisi terendah.
  6. Perjalanan di dalam kota usahakan menggunakan angkutan umum masal, sepeda dan jalan kaki, car pooling; menyesesuaikan dengan jarak tempuhnya. Perlu membiasakan bekerja dari rumah (home office) apabila memang kehadiran di kantor atau di suatu tempat tidak urgent dibutuhkan.
  7. Tidak membakar sampah melainkan mengumpulkan sampah anorganik (plastik, kertas, kaca, besi, dll) ke dalam wadah terpisah dari sampah organik sehingga saat wadah sampah anorganik penuh bisa langsung dijual ke pemulung. Sementara sampah organik bisa dibuat kompos melalui bantuan lubang kompos, kotak komposter atau biopori) atau diserahkan pengangkutannya kepada Dinas Lingkungan Hidup.
  8. Tidak mengecat mobil di tempat terbuka melainkan di bengkel dengan fasilitas bengkel pengecatan tertutup.
  9. Jangan lupa berkendara dengan prinsip Ecodriving ID dan atau ecoriding yaitu berkendara cerdas, berorientasi safety dan kewaspadaan yang akan berimplikasi pada efisien energi dan emisi rendah.

Semua solusi tersebut memerlukan kerja sama para pihak. Semua bisa berpartisipasi. Mari bersama-sama mengurangi polusi udara, yang berbahaya bagi kesehatan diri dan anak-anak kita. Mari bersihkan lingkungan demi kesehatan dan masa depan Indonesia yang lebih baik.

Redaksi Hijauku.com