Jakarta, 30 April 2019 – Survei Macan tutul jawa yang dilaksanakan oleh Conservation International (CI) Indonesia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat dan Chevron di Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Guntur Papandayan, Jawa Barat berhasil mendeteksi 10 individu dari satwa yang terancam punah itu. Monitoring yang dilaksanakan oleh CI Indonesia selama periode 2016 sampai akhir 2018 memastikan bahwa seluruh individu Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) itu terekam oleh kamera perangkap (camera trap) yang terpasang di 60 lokasi pada areal seluas 120 kilometer persegi.

Berdasarkan informasi yang dianalisis dari kamera, keberadaan Macan tutul jawa terdeteksi pada ketinggian antara 1.114-2.635 m dpl. Hal ini terjadi karena sebagian besar kawasan KPHK Guntur Papandayan termasuk ekosistem hutan hujan pegunungan dataran tinggi. Hasil pemotretan juga menunjukkan Macan tutul jawa terdeteksi aktif sepanjang hari, baik pagi-siang-hingga malam hari. Waktu terfoto tertinggi antara jam 6-8 pagi (15%) dan terendah pada jam 10-12  (3,3%).

Senior Manager Terrestrial Program CI Indonesia Anton Ario mengungkapkan bahwa pihaknya dan BBKSDA membutuhkan waktu melakukan identifikasi yang benar untuk mengetahui jumlah individu macan tutul di Guntur Papandayan, sehingga publikasi baru dapat dilakukan bulan April.  “Setiap individu Macan tutul jawa dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan ukuran tubuh, jenis kelamin dan pola totol di tubuh masing-masing individu,” kata Anton.  Berdasarkan hasil identifikasi itu, terdeteksi 10 individu yang terdiri dari 3 individu jantan dewasa, dan 7 individu betina dewasa. Perangkap kamera menghasilkan jumlah total foto satwa sebanyak 1.214 foto, diantaranya macan tutul jawa sebanyak 83 foto.  Selama periode pemasangan camera trap di KPHK Guntur Papandayan   diperoleh 26 jenis satwa, 21 diantaranya jenis mamalia, dan 5 jenis burung.

Menurut Anton hasil perangkap kamera menggambarkan bahwa KPHK Guntur Papandayan masih merupakan habitat macan tutul jawa yang cukup baik, walaupun kawasan itu mendapatkan tekanan dari perambahan hutan dan laju pertambahan penduduk di sekitarnya.  Gunung Guntur dan Papandayan adalah bagian dari salah satu lanskap penting bagi kawasan prioritas konservasi di Jawa Barat yang berisi keanekaragaman flora dan rumah bagi beberapa spesies satwa unik dan terancam punah seperti Owa jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Elang jawa (Nisaetus bartelsi), Macan tutul jawa (Panthera pardus melas) dan Jawa kukang (Nycticebus javanicus).

Sebagai pelengkap gambaran lokasi survei, KPHK Guntur Papandayan terletak pada dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Garut.  KPHK merupakan wilayah pengelolaan hutan yang seluruh atau sebagian besar wilayahnya terdiri dari hutan konservasi yang dikelola secara efisien untuk menunjang sistem penyangga kehidupan, mengawetkan keanekaragaman hayati dan memanfaatkannya secara lestari.  Penetapan KPHK Guntur Papandayan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan RI No: SK.984/Menhut-II/2013, tentang penetapan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi Guntur Papandayan, yang terletak di Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut, Jawa Barat seluas ± 15.318 hektar.

KPHK Guntur Papandayan memiliki topografi bergelombang, berbukit dan bergunung serta tebing yang terjal, yang meliputi dua gunung api aktif yaitu Gunung Guntur (±2.250 m dpl) dan Gunung Papandayan (±2.665 mdpl).  Curah hujan berkisar antara rata-rata 2.500 – 3,000 mm/tahun. Jenis-jenis flora yang terdapat di dalam kawasan diantaranya Jamuju (Podocarpus imbricatus), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis argentea), Pasang (Quercus ptatycorpa), Kihujan (Engelhardia spicata), Manglid (Magnolia sp,), Cantigi (Vaccinium sp.), Suagi (Vaccinium varingifolium), Edelweis (Anaphalis javanica).

Jenis-jenis fauna yang telah teridentifikasi antara lain Babi hutan (Sus scrofa), Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus javanicus),  Macan tutul jawa (Panthera pardus melas), Ajag (Cuon alpinus), Musang luwak (Paradoxurus hermaproditus), Musang leher kuning (Martes flavigula),  Biul selentek (Melogale orientalis),  Linsang (Prionodon linsang) Trenggiling (Manis javanica), Surili (Presbytis comata), Lutung jawa (Trachypithecus auratus), Elang jawa (Nisaetus bartelsi), Elang-ular bido (Spilornis cheela bido), Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Elang brontok (Spizaetus cirrhatus).

–##–

Tentang Conservation International Indonesia

Berlandaskan pada ilmu pengetahuan, kemitraan dan pengalaman, CI memberdayakan masyarakat untuk menjaga alam, keanekaragaman hayati dan meningkatkan kesejahteraan manusia. CI didirikan pada 1987, dan bekerja di Indonesia sejak tahun 1991 bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Pemerintah Daerah setempat untuk mendukung masyarakat madani yang sejahtera melalui upaya perlindungan alam, dukungan sistem produksi yang berkelanjutan, dan dukungan tata kelola yang efektif. CI berkantor pusat di Washington DC, mempekerjakan 900 orang yang bekerja di 30 negara pada empat benua, serta bekerja dengan lebih dari 1.000 mitra di seluruh dunia.