Small farmer in India - Ananth BSNegara berkembang berpotensi kehilangan 10% dari waktu produktif mereka akibat perubahan iklim. Kehilangan waktu produktif berdampak pada penurunan Produk Domestik Bruto. India, Indonesia dan Nigeria adalah tiga dari sejumlah negara yang mendapatkan sorotan dalam laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang dipresentasikan di Jenewa, Swiss pada tanggal 28 April.

Laporan yang berjudul “Climate Change and Labour: Impacts of Heat in the Workplace” ini menyatakan, kondisi suhu yang ekstrem dalam bekerja (biasanya di atas 35 derajat Celsius) akibat pemanasan global dan perubahan iklim, bisa meningkatkan dehidrasi dan kelelahan, memicu gangguan kesehatan, dan dalam kasus yang ekstrem bahkan kematian di tempat kerja.

Menurut ILO, lebih dari satu miliar buruh/pekerja di negara-negara yang rawan seperti India, Indonesia dan Nigeria sudah mengalami fenomena ini. Namun penderitaan para pekerja, buruh tersebut belum mendapat perhatian baik dari sisi kebijakan tenaga kerja maupun kebijakan perubahan iklim di masing-masing negara.

Laporan ini menemukan, pada 1990-an, perubahan iklim bahkan sudah mengurangi waktu kerja di satu negara hingga 4%. Dampak ini akan semakin buruk akibat pemanasan global. Jika pemanasan global tak terkendali, waktu kerja bisa berkurang hingga 10%.

Negara-negara yang rentan terhadap ancaman ini adalah negara bagian di Amerika Serikat bagian selatan, Amerika Tengah, Karibia, Amerika Selatan bagian utara, Afrika Barat dan Afrika Utara, serta Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Negara yang lebih berisiko adalah negara berkembang di mana porsi kerja di luar ruang jauh lebih besar sehingga menyulitkan untuk menggunakan penyejuk udara. Menurut ILO, aksi pengurangan emisi gas rumah kaca akan bisa membantu mengurangi dampak ekonomi dan kesehatan dari peningkatan suhu bumi dan dampaknya terhadap produktivitas kerja suatu negara. Selain itu, kebijakan tenaga kerja penting untuk mencegah gangguan kesehatan dari cuaca ekstrem.

Redaksi Hijauku.com