Lokakarya Indeks Kesehatan LautIndonesia menjadi negara pertama di Kawasan Segitiga Karang Dunia, dan nomor empat di Asia, setelah China, Jepang, dan Korea yang bekomitmen akan mengukur secara rutin kesehatan lautnya.

Jakarta, 15 April 2015 – Pada April 2016, 60 orang peneliti, pejabat pemerintah, praktisi LSM, dan ahli kelautan berkumpul dalam Lokakarya Pengenalan Ocean Health Index+ (Indeks Kesehatan Laut) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang KKP dan Conservation International (CI). Kegiatan ini menandai awal bergabungnya Indonesia dengan lebih dari 25 negara lainnya dalam mengadopsi Ocean Health Index+ (OHI) sebagai sebuah perangkat pengukuran kondisi kesehatan sumber daya lautnya. Dengan ekosistem laut sehat maka sumberdaya ini akan secara berkelanjutan memberikan hasil dan dampak pembangunan ekonomi dan kesejahteraan.

Indonesia dengan lebih dari 17.000 pulau, merupakan rumah bagi lebih dari 250 juta orang yang bergantung pada laut di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kestabilan iklim. Di sisi ketahanan pangan khususnya, laut menjadi sangat penting bagi Indonesia mengingat 54% sumber protein hewani berasal dari ikan dan seafood (FAO, 2014). Laut Indonesia tercatat menghasilkan sekitar 8 juta ton produk perikanan setiap tahunnya, dan 95% dari kegiatan produksi tersebut dilakukan oleh para nelayan tradisional yang menggantungkan mata pencaharian mereka pada keberlanjutan stok ikan di laut.

Wahyuningsih Darajati, Plt. Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) pada acara ini menekankan bahwa sumber daya laut memiliki peran dan kontribusi signifikan dalam pembangunan nasional di semua bidang terkait pembangunan ekonomi, sosial-budaya, dan lingkungan. Secara umum, ekonomi kelautan menyumbang hampir 20% pada Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional. Ia menambahkan, “Sektor kelautan dan maritim menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan sejalan dengan rencana pemerintah untuk menjawab tantangan Tujuan Pembanguan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) nomor 14 di bidang kelautan. Oleh karena itu, pemerintah sangat mengapresiasi inisiatif pengenalan OHI ini, karena sangat penting bagi pengukuran kualitas lingkungan laut.”

Dalam mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan untuk menyeimbangkan kesehatan laut dan manfaat yang diberikan bagi masyarakat saat ini dan akan datang, diperlukan sebuah pendekatan penilaian yang secara komprehensif dapat mengevaluasi status laut Indonesia dari perspektif sosial, ekonomi, dan lingkungan. OHI adalah sebuah kerangka penilaian terintegrasi pertama yang dapat mengukur aspek tersebut. Dengan metode ilmiah, OHI mengkombinasikan elemen-elemen kunci biologi, fisik, ekonomi, dan sosial kesehatan laut sehingga secara efektif dapat memenuhi kebutuhan metode yang komprehensif untuk mengukur, mengelola, dan memantau kesehatan laut.

Ada 10 tujuan besar yang dapat dicapai melalui implementasi OHI, di antaranya pangan yang berasal dari laut, industri perikanan rakyat, peningkatan produktivitas primer, penyimpanan karbon, perlidungan pesisir, pembangunan pariwisata secara berkelanjutan, pembangunan ekonomi kelautan, perlindungan dan penyelamatan ruang, produksi air bersih, dan perlindungan biodiversitas. Tujuan-tujuan ini diharapkan dapat dicapai secara komprehensif, yang berarti bahwa pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan berbagai pihak.

Menanggapi pengenalan OHI, Eko Rudianto, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut dan Pesisir, Kementerian Kelautan dan Perikanan menambahkan bahwa Indeks Kesehatan Laut belum tersedia di Indonesia, sehingga kementeriannya melihat inisiatif ini penting untuk direalisasikan karena sejalan dengan agenda prioritas pemerintah. “Beberapa indikator dan kebijakan terkait pengelolaan ruang laut di Indonesia yang sudah ada dapat menjadi modal untuk melengkapi penyusunan indikator Indeks Kesehatan Laut ini.”

OHI pertama kali diimplementasikan pada skala global di 2012. Perangkat ini dirancang untuk dapat diimplementasikan di berbagai tingkat dari regional, nasional hingga daerah. Diharapkan melalui perangkat ini pemerintah setiap negara dapat memiliki sebuah cara pengukuran yang holistik yang mengukur kesehatan lautnya, serta mempromosikan rencana aksi yang nyata dalam menjaga kesehatan laut.

Eric Pacheco, Senior Manager for Ocean Health Index Conservation International yang hadir pada lokakarya ini menyampaikan bahwa indeks ini tidak hanya bertujuan untuk mengukur aspek ekologi laut, namun juga mencakup elemen-elemen ekonomi dan sosial-budaya. Eric menambahkan, “Semua faktor dalam kerangka yang sama ini memungkinkan pengambil kebijakan yang lebih tepat dengan mengevaluasi berbagai konsekuensi yang akan terjadi atas sebuah tindakan yang kita rencanakan di tahap awal. OHI juga menbantu menghitung pemanfaatan dan alokasi berbagai sumber daya publik dengan biaya yang paling efektif.

Vice President of Conservation International Indonesia, Ketut Sarjana Putra menyampaikan bahwa lokakarya ini menjadi langkah penting untuk mendukung upaya konservasi laut berkelanjutan dan kesehatan laut di Indonesia. Sebagai negara maritim yang mengandalkan pembangunan ekonominya dari sumber daya laut dan pesisir terutama perikanan dan pariwisata kelautan, Indonesia perlu memiliki Indeks Kesehatan Laut. Indeks ini dapat berperan sebagai alat monitor efektivitas tata kelola laut dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi kelautan, sekaligus menjaga fungsi ekosistem dan jasa lingkungan laut yang lestari.

“Ke depannya kami harapkan dapat dibentuk kelompok kerja khusus yang terdiri dari sejumlah pemangku kepentingan untuk melakukan penilaian OHI secara independen – menyesuaikan dengan konteks dan indikator lokal. Melalui proses tersebut, Indonesia akan dapat memahami lebih baik situasi laut kita dan menentukan strategi-strategi konservasi yang paling baik dan tepat bagi kesejahteraan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang,” tutupnya.

Indonesia sebagai negara terbesar dalam Inisiatif Segitiga Karang adalah negara pertama di kawasan Asia Tenggara yang diperkenalkan dengan perangkat OHI dan menjadi negara keempat di Asia yang akan mengadopsi OHI setelah China, Jepang, dan Korea Selatan. Adopsi instrumen ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Indonesia dalam pengambilan kebijakan yang lebih tepat sasaran dan bermanfaat nyata bagi masyarakat banyak di masa kini dan masa yang akan datang.

Hadir dalam lokakarya pengenalan OHI adalah para pakar dari IPB-Bogor, Universitas Pattimura, Universitas Indonesia, Univeristas Papua, Universitas Udayana, dan LIPI. Acara ini didukung oleh Kementerian Kordinator Kemaritiman yang mengambil peran untuk menyebarkan informasi ini ke tingkat propinsi dan kabupaten. Berbagai LSM lingkungan juga turut memberikan pengayaan pengembangan OHI dan berkomitmen untuk bekerjasama dalam kelompok kerja yang akan merumuskan OHI yang dimodifikasikan dengan konteks dan kondisi Indonesia.

Tentang Conservation International Indonesia

Sejak tahun 1987, Conservation International telah bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan manusia melalui perlindungan alam. Dengan panduan prinsip bahwa alam tidak butuh manusia, namun manusia yang membutuhkan alam untuk makanan, air, kesehatan, dan mata pencaharian – CI bekerja dengan lebih dari 1.000 mitra di seluruh dunia, untuk memastikan sebuah planet yang sehat dan sejahtera yang dapat mendukung kesejahteraan manusia.
Conservation International telah bekerja di Indonesia sejak tahun 1991, mendukung upaya konservasi dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. CI Indonesia membayangkan Indonesia yang sehat sejahtera dimana masyarakatnya berkomitmen untuk menjaga dan menghargai alam untuk manfaat jangka panjang masyarakat Indonesia dan kehidupan di bumi. CI mencapai tujuan konservasi berdasar tiga pilar fundamental yang terhubung: menjaga kekayaan alam, tata kelola yang produktif, dan produksi berkelanjutan.
Dengan panduan prinsip bahwa manusia butuh alam untuk makanan, air, kesehatan, dan sumber mata pencaharian – CI bekerja dengan lebih dari 1.000 mitra di seluruh dunia untuk memastikan planet yang lebih sehat yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.conservation.or.id, dan akun sosial media Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube.

Tentang Ocean Health Index+
The Ocean Health Index adalah perangkat penilaian pertama yang secara ilmiah membandingkan dan mengkombinasikan elemen-elemen semua dimensi kesehatan laut – biologi, fisik, ekonomi, dan sosial.Sepuluh tujuan indeks memberikan portofolio informasi yang dibutuhkan kepada para pemimpin dalam mempromosikan ekosistem laut-manusia yang lebih berkelanjutan. Indeks ini dapat digunakan secara global, regional, dan individual. Indeks ini memungkinkan perbandingan langsung atas sejumlah aspek kesehatan laut yang beragam maupun sejumlah lokasi berbeda, dengan cara yang tidak dimungkinkan oleh perangkat penilaian yang ada sekarang.
The Ocean Health Index dibuat dengan kontribusi lebih dari 65 ahli kelautan termasuk National Center for Ecological Analysis and Synthesis, dan proyek Sea Around Us oleh University of British Columbia. Mitra pembangun Indeks ini antara lain Conservation International, National Geographic, and The New England Aquarium. Mitra sponsor adalah Pacific Life Foundation. Hibah diberikan oleh Beau and Heather Wrigley. Untuk informasi lebih lanjut, silakan kunjungi: www.oceanhealthindex.org atau kunjungi akun sosial media kami di Facebook dan Twitter.

Pelajari lebih lanjut di:

Ohi-science.org
www.conservation.or.id

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:

Rony Megawanto
Marine Policy Manager
Conservation International Indonesia
rmegawanto@conservation.org
+62812 4114 5999